BEKASIMEDIA.COM

Menu

Mode Gelap
Soal Kisruh Data PKH Ini Penjelasan, Anggota DPRD Enie Widhiastuti Ketua Fraksi PKS Kota Bekasi Terkait TKK Minta Pemkot Lakukan Langkah Ini Bawaslu Kota Bekasi Ingatkan di Masa Sosialisasi Para Caleg dan Partai Pahami Aturan yang Berlaku Islamic Book Fair 2023: Memperkenalkan Buku sebagai Pilar Peradaban Dishub Kota Bekasi Batasi Operasional Kendaraan Besar, Khusus Kendaraan Sumbu Tiga Keatas

Berita Terbaru · 31 Mar 2022 WIB ·

Masih Ada Kekurangan, Lembaga Kajian Perak Menolak Disahkannya RUU TPKS


 Masih Ada Kekurangan, Lembaga Kajian Perak Menolak Disahkannya RUU TPKS Perbesar

BEKASIMEDIA.COM – Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memberikan perlindungan kepada warganegara dari ancaman kekerasan dan kejahatan seksual sangat dinantikan. Kejadian kekerasan/kejahatan seksual yang dialami oleh masyarakat dengan berbagai variasi umur dan jenis kelamin semakin merebak. Kondisi tersebut, bukan saja membawa dampak negatif pada fisik korban, tetapi juga pada aspek psikis. Lembaga Kajian Perempuan, Anak, dan Keluarga (PERAK), sebagai sebuah lembaga yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap kesejahteraan perempuan, tumbuh kembang anak, dan ketahanan keluarga, dalam sebuah survei yang dilakukannya di tahun 2021 pada 1.670 responden dengan sebaran di 32 provinsi, menemukan hampir 20 persen responden pernah mengalami perilaku terkait seksual yang menyebabkan penderitaan fisik dan non fisik dari orang lain. Selain itu, hampir 50 persen keluarga, tetangga atau koleganya pernah mengalami perlakuan seksual yang menyebabkan penderitaan fisik dan non fisik.

DPR RI sebagai lembaga legislatif telah berinisiatif menyusun RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). RUU ini menurut Badan Legislasi DPR RI merupakan upaya pembaruan hukum yang disusun secara komprehensif sebagai upaya mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual. RUU tersebut kemudian menjadi RUU usul inisiatif DPR RI pada 18 Januari 2022. Kami sangat menghargai dan mengapresiasi usulan tersebut.

Namun demikian, menurut Lembaga Kajian Perempuan, Anak, dan Keluarga (PERAK), ada dua celah yang belum terisi dalam RUU TPKS yang telah diinisiasi oleh Badan Legislasi DPR RI tersebut. Dua celah tersebut adalah:

Pertama, RUU TPKS atas inisiatif DPR RI itu dinilai hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur kekerasan. Sementara, untuk perbuatan seksual, termasuk perzinahan, yang dilakukan atas dasar suka sama suka (sexual consent) yang tidak mengandung kekerasan, meskipun bertentangan dengan hukum agama dan norma hukum/nilai-nilai hukum yang berlaku di masyarakat, tidak diatur.

Kedua, penyimpangan seksual atau hubungan sesama jenis (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender/LGBT) tidak diatur dalam RUU TPKS. Padahal banyak kasus penyimpangan seksual yang beriringan dengan terjadinya kekerasan/kejahatan seksual.

Temuan pada survei Survei Persepsi Masyarakat terkait Seksualitas dan Tindak Pidana Seksual Tahun 2021 yang dilakukan oleh Lembaga Kajian PERAK menunjukkan 95,8% masyarakat memberikan persetujuan bahwa perzinaan, dengan atau tanpa kekerasan dianggap sebagai tindak pidana; 96,8% masyarakat memberikan persetujuan bahwa penyimpangan seksual dianggap sebagai tindak pidana; dan 98,4% memberikan persetujuan bahwa pelecehan seksual, perkosaan, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, penyiksaan seksual, perzinaan, serta penyimpangan seksual adalah tindak kejahatan seksual.

“Kami menolak disahkannya RUU TPKS sebagai undang-undang tanpa melengkapi dua hal tersebut. Kami menilai, jika RUU TPKS disahkan tanpa dua hal tersebut maka akan mengakibatkan semakin maraknya perzinahan di luar perkawinan yang terjadi di masyarakat Indonesia dan perilaku penyimpangan seksual pun semakin tak terbendung. Padahal keduanya dilarang menurut hukum agama-agama yang berlaku di Indonesia. Selain itu, jika dua hal tersebut tidak dapat dicegah melalui undang-undang maka akan membuka peluang terjadinya Indonesia darurat dekadensi moral di masa depan,” demikian ungkap Ketua Lembaga Kajian PERAK Nurwidiana, SKM, MPH dalam rilisnya pada Kamis (31/3/2022).

Terakhir, ia mengatakan pernyataan sikap ini dibuat atas dasar kesadaran penuh, dan penuh tanggung jawab sebagai bentuk perjuangan guna mewujudkan kesejahteraan perempuan Indonesia, tumbuh kembang anak Indonesia yang sehat lahir dan bathin, dan ketahanan keluarga Indonesia yang kuat. (*)

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Akan Digelar Di Taman Kota, Ketua Umum Qur’anic Relationship Ajak Pemuda Bekasi Mengaji

28 Maret 2024 - 23:54 WIB

Rian Nopandra kembali pimpin ketua PWI Banten periode 2024-2029

28 Maret 2024 - 08:52 WIB

Kecewa atas Pelaksanaan Pemilu 2024 yang Tidak Transparan DPRD Akan Panggil Ketua KPU dan Bawaslu

26 Maret 2024 - 17:54 WIB

Anis Byarwati Tegaskan Kerjasama Dengan Dewan Kota Jakarta Untuk Kemaslahatan Masyarakat

25 Maret 2024 - 15:54 WIB

Sodikin: Pemkot Bekasi Harus Berani Beli Lahan Untuk Pembangunan Gedung Sekolah Di Jatirahayu

24 Maret 2024 - 18:09 WIB

Pengamat Politik Unsoed Prediksi Partai Koalisi Pilpres yang Berseberangan Potensi Berkoalisi di Pilbup Banyumas

22 Maret 2024 - 05:37 WIB

Trending di Berita Terbaru