BEKASIMEDIA.COM – Kekhawatiran Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terkait adanya PHK besar-besaran terbukti.
Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta, terdapat 162.416 pekerja telah melapor di-PHK dan dirumahkan. Rinciannya, 30.137 pekerja dari 3.348 perusahaan di-PHK, sementara 132.279 pekerja dari 14.697 perusahaan dirumahkan tanpa upah. Data ini dirilis dari akun Instagram Disnakertrans dan Energi DKI Jakarta.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, jika tidak ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah untuk mencegah PHK, dalam 2 bulan ke depan industri otomotif, komponen otomotif, komponen elektronik, tekstil, garmen, dan sepatu juga bakal melakukan efisiensi dengan mengurangi pekerja.
“Bisa saja di DKI akan ada penambahan jumlahnya pekerja yang di PHK dari perusahaan garmen dan tekstil yang ada di wilayah Pulogadung, Cakung, Cilincing, hingga Marunda,” lanjutnya. Apalagi juga ada kabar, di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, saat ini sudah ribun orang buruh ter-PHK.
“Baru-baru ini Disnakertrans Jawa Barat menyampaikan, sebanyak 40.433 pekerja dirumahkan dan 3.030 pekerja terkena PHK,” tegas Said Iqbal
Saat ini, kata Iqbal, ada dua ancaman serius yang dihadapi kaum buruh. Pertama, potensi hilangnya nyawa buruh karena masih diharuskan bekerja dan tidak diliburkan ketika yang lain melakukan physical distancing. Sedangkan yang kedua adalah darurat PHK yang akan mengancam puluhan hingga ratusan ribu buruh.
4 Faktor Penyebab PHK
Menurut Said Iqbal, ancaman PHK itu disebabkan 4 faktor berikut:
1. Ketersediaan bahan baku di industri manufaktur yang mulai menipis.
Khususnya bahan baku yang berasal dari impor, seperti dari negara China, dan negara-negara lain yang juga terpapar Corona. Adapun industri yang akan terpukul adalah labour intensif atau padat karya, seperti tekstil, sepatu, garment, makanan, minuman, komponen elektronik, hingga komponen otomotif. Karena bahan baku berkurang, maka produksi akan menurun. Ketika produksi menurun, maka berpotensi terjadi pengurangan karyawan dengan melakukan PHK.
2. Melemahnya rupiah terhadap dollar.
Seperti kita ketahui, rupiah sempat melemah hingga di posisi 17 ribu. Jika situasi ini terus berlanjut, perusahaan padat karya maupun padat modal akan terbebani dengan biaya produksi yang tinggi. Terutama perusahaan-perusahaan yang harus membeli bahan baku dari impor.
“Perusahaan membeli bahan baku dengan dollar dan menjual dengan rupiah yang terus melemah. Ditambah dengan daya beli masyarakat yang menurun tajam, perusahaan akan kesulitan menaikkan harga jual. Ini akan membuat perusahaan rugi yang mengancam kelangsungan pekerjaan,” kata Iqbal.
3. Menurunnya kunjungan wisatawan ke Indonesia.
“Sejak awal, industri pariwisata sudah terpukul. Hotel, restoran, tempat-tempat wisata, bandara, pelabuhan, pengunjungnya sudah menurun drastis akibat corona. Bahkan sudah banyak yang merumahkan pekerja,” kata Said Iqbal. Saat ini ada kekhawatiran, dalam waktu dekat akan terjadi PHK besar-besaran di industri pariwisata.
4. Anjloknya harga minyak dan indeks saham gabungan.
Akibat minyak dunia yang anjlok, pendapatan Indonesia dari ekspor minyak mentah juga akan turun. Sebagai catatan, harga minyak mentah dunia jatuh ke level US$ 30 per barel, jauh dari asumsi harga minyak Indonesia atau ICP dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebesar US$ 63 per barel.
“Situasi ini menyebabkan APBN tidak terealiasi. Dampak lebih lanjut, karena pendapatan negara berkurang, maka bantuan sosisal akan kurang. Bisa jadi, biaya menanggulangi corona pun akan berkurang. Ketika bantuan sosial dan profit perusahaan berkurang, sementara PHK besar-besaran di depan mata, nasib buruh akan semakin terpuruk,” kata Said Iqbal.
Belum lagi indeks saham gabungan juga terus turun. Perusahaan domestik, misalnya industri makanan, terancam rugi karena nilai sahamnya turun.
“Keempat faktor itulah yang menyebabkan banyaknya terjadi PHK. Sepinya industri pariwisata, misalnya, menyebabkan sektor perhotelan, restoran, perdagangan, hingga jasa penunjang pariwisata terpukul dan mengurangi karyawan,” kata Said Iqbal.
Usulan KSPI untuk Cegah PHK
Dalam situasi ini, KSPI menyarankan kepada pengusaha dan pemerintah untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Ini adalah saat yang tepat untuk menurunkan biaya produksi dari perusahaan swasta tersebut, dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh. Supaya produksi tetap jalan, bisa libur bergilir. Sehingga ada penghematan listrik, cettering, dsb. Toh omset juga sedang turun.
2) Pemerintah mengendalikan kebijakan fiskal dan moneter agar nilai tukar rupiah tidak semakin melemah dan indeks saham gabungan tidak anjlok.
3) Jika masalahnya adalah bahan baku yang tidak tersedia karena negara pemasok melakukan lockdown karena corona, pemerintah segera membuat regulasi berupa kemudahan impor bahan baku (sepanjang bahan baku tersebut tidak tersedia di Indonesia), khususnya untuk industri padat karya. Misalnya dengan menerapkan bea masuk impor nol rupiah dan tidak ada beban biaya apapun kepada barang impor. Karena bisa jadi, dalam situasi sulit ini, industri akan mencari bahan baku dari negara yang belum terkena corona.
4) Memberikan bantuan berupa dana secara tunai kepada buruh, pengemudi transportasi online, dan masyarakat kecil yang lain. Ini seperti yang dilakukan di Inggris. Di sisi lain, akan membantu dunia usaha, karena sebagian dari upah pekerja disubsidi oleh pemerintah.
5) Memberikan insentif kepada industri pariwisata, retail, dan industri lain yang tedampak, agar mereka bisa bertahan di tengah-tengah pandemi corona. Misalnya dengan menghapus bunga pinjaman bank bagi pengusaha di sektor pariwisata atau menghapus pajak pariwisata, memberikan kelonggaran cicilan hutang untuk menunda selama setahun tidak membayar cicilan.
6) Segera menurunkan harga BBM premium agar masyarakat menengah ke bawah termasuk para buruh meningkat daya belinya. Selain itu, harga gas industri segera diturunkan, agar ongkos produksi pabrik bisa turun.
7) Mendesak BPJS Ketenagakerjaan untuk mengeluarkan dana cadangan dari bunga deposito dana peserta dan dana JKK untuk membantu para buruh yang terdampak. (eas)