BEKASIMEDIA.COM – Bunuh diri adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri yang seringkali dipicu oleh berbagai faktor psikologis, sosial, dan lingkungan. Menurut data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka ini sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang tahun 2022 yang jumlahnya 900 kasus.
Salah satu kelompok yang rentan terhadap bunuh diri adalah mahasiswa. Beberapa kasus bunuh diri yang terjadi di kalangan mahasiswa belakangan ini menarik perhatian publik.
Tahun ini berita kasus bunuh diri mahasiswa terus meningkat. Kita sering melihat berita mahasiswa bunuh diri bertebaran di media massa dan di media sosial seperti Instagram, Tik tok, Facebook dan media sosial lainnya. Di balik gemerlapnya dunia perkuliahan, terdapat tekanan-tekanan yang seakan diabaikan.
Misalnya, kasus dugaan bunuh diri seorang mahasiswa Universitas Negeri Semarang berinisial NJW yang ditemukan tewas di Mal Paragon Semarang, Jawa Tengah, pada 10 Oktober 2023. Atau kasus dugaan bunuh diri seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di Semarang, Jawa Tengah, berinisial EN yang ditemukan meninggal di kamar indekosnya, 11 Oktober 2023.
Penyebab Mahasiswa Bunuh Diri
Apa yang menyebabkan mahasiswa bunuh diri? Menurut beberapa ahli, ada beberapa faktor yang dapat memicu bunuh diri di kalangan mahasiswa, antara lain:
Tekanan akademik. Mahasiswa seringkali mengalami stres akibat tuntutan prestasi, beban tugas, persaingan, atau ketidaksesuaian jurusan. Stres ini dapat menimbulkan rasa putus asa, frustrasi, atau depresi yang dapat mendorong seseorang untuk bunuh diri.
Masalah pribadi. Mahasiswa juga menghadapi berbagai masalah pribadi, seperti percintaan, keluarga, keuangan, atau identitas diri. Masalah-masalah ini dapat menimbulkan rasa kesepian, tidak berharga, atau tidak berdaya yang dapat mendorong seseorang untuk bunuh diri.
Kurangnya dukungan sosial. Mahasiswa yang kurang memiliki teman, keluarga, atau komunitas yang dapat memberikan dukungan, pengertian, atau bantuan dapat merasa terisolasi, terasing, atau tidak dihargai. Kurangnya dukungan sosial ini dapat menimbulkan rasa tidak berharap, tidak peduli, atau tidak berguna yang dapat mendorong seseorang untuk bunuh diri.
Pengaruh media dan sosial. Mahasiswa yang terpapar oleh berita, gambar, atau video tentang bunuh diri dapat terpengaruh untuk meniru tindakan tersebut. Selain itu, media dan sosial juga dapat menimbulkan rasa iri, minder, atau tidak puas dengan diri sendiri akibat perbandingan dengan orang lain. Pengaruh media dan sosial ini dapat menimbulkan rasa tidak bahagia, tidak berarti, atau tidak berkontribusi yang dapat mendorong seseorang untuk bunuh diri.
Pencegahan dan Solusi
Bagaimana cara mencegah bunuh diri di kalangan mahasiswa? Menurut beberapa sumber, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh individu dan masyarakat untuk mencegah bunuh diri di kalangan mahasiswa, antara lain:
Meningkatkan kesehatan mental
Mahasiswa harus menjaga kesehatan mental mereka dengan cara mengenali dan mengelola emosi, stres, atau masalah yang dialami. Caranya adalah dengan peningkatan literasi kesehatan mental di kalangan mahasiswa dapat berupa seminar atau konten kekinian di media sosial yang menyampaikan pengetahuan dan pengelolaan kesehatan mental (Fuady dkk., 2019). Contohnya, fakultas dapat menjadwalkan mengundang para psikilog dan psikiater sebagai narasumber seminar kesehatan mental dua kali dalam sebulan.
Topik yang dibahas beragam sesuai dengan permasalahan kalangan mahasiswa, misalnya membahas bagaimana agar kita dapat bangkit dari keterpurukan dan cara keluar dari hubungan percintaan yang toxic.
Mahasiswa juga harus mencari bantuan profesional jika mengalami gejala depresi, kecemasan, atau gangguan mental lainnya. Mahasiswa juga harus menghindari konsumsi alkohol, narkoba, atau zat adiktif lainnya yang dapat memperburuk kondisi mental.
Fasilitas Layanan Kesehatan Mental Universitas
Mengingat begitu banyak kasus tragis yang sudah terjadi di kalangan mahasiswa, sudah selayaknya pihak Universitas ikut andil dalam usaha pencegahan kasus bunuh diri mahasiswa. Universitas di seluruh Indonesia seharunya memiliki lembaga pelayan ksehatan mental mahasiswa yang lengkap dan sesuai standar pada setiap fakultas, seperti contohnya memberdayakan konselor sebaya yang dapat menjaga kerahasiaan(Fuady dkk., 2019) .
Dukungan Orang Terdekat
Pada jurnalnya, Syafira Triesna Adinda dan Endang Prastuti (2021) menjelaskan bahwa dukungan orang terdekat seperti keluarga, teman dan pasangan menjadi aspek yang tidak kalah penting dalam pencegahan kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa. Hadirnya orang terdekat untuk memberi dukungan membuat individu merasa bahwa dia tidak sendiri dan memiliki tempat untuk menyampaikan keluh kesahnya. Kita dapat memulai dengan menjadi pendengar yang baik ketika teman bercerita tentang permasalahannya, berusahalah tunjukan kepedulian dan jangan mendiktenya.
Hubungi Tenaga Profesional
Bagi teman-teman yang merasa tidak memiliki tempat bercerita dan berkeinginan bunuh diri dapat segera menghubungi tenaga profesinal. Berdasarkan yang dilansir dari laman intothelightid.org, sudah banyak tersedia layanan psikilog secara online maupun offline. Puskesmas-puskesmas dan rumah sakit sudah terdapat poli jiwa yang melayangi layanan kesehatan jiwa dengan BJPS. Bahkan, sekalipun tidak menggunakan BPJS, layangan kesehatan jiwa di puskesmas hanya terkena biaya Rp5.000,- s/d Rp20.000,- saja. Di era yang semakin canggih ini kita dapat melakukan layanan konseling berbasis pesan singkat ataupun telepon melalui aplikasi dan situs seperti Getbetter.id, Riliv, Kariib dan Halodoc.
Itulah segelintir solusi yang dapat kita lakukan untuk dapat mencegah kasus bunuh diri dikalangan mahasiswa. Jika kamu sudah merasa tidak baik-baik saja, segera temui tenaga profesional di atas. Sayangi mentalmu, sayangi hidupmu, ingatlah pada pepatah yang mengatakan “pelaut hebat tak lahir di laut yang tenang”. Mengakhiri hidup dengan bunuh diri bukanlah jalan yang tepat, percayalah akan selalu ada pelangi setelah hujan lebat. (Fahira Juvina Renata/Mahasiswa UIN)