BEKASIMEDIA.COM

Menu

Mode Gelap
Heri Sholihin Menang, Kota Bekasi Punya Wali Kota Baru Soal Kisruh Data PKH Ini Penjelasan, Anggota DPRD Enie Widhiastuti Ketua Fraksi PKS Kota Bekasi Terkait TKK Minta Pemkot Lakukan Langkah Ini Bawaslu Kota Bekasi Ingatkan di Masa Sosialisasi Para Caleg dan Partai Pahami Aturan yang Berlaku Islamic Book Fair 2023: Memperkenalkan Buku sebagai Pilar Peradaban

Berita Terbaru · 27 Nov 2019 03:08 WIB ·

“Buruh Tak Butuh Surat Cinta, Tapi Tindakan Nyata”


 “Buruh Tak Butuh Surat Cinta, Tapi Tindakan Nyata” Perbesar

BEKASIMEDIA.COM – Di akun media sosialnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membuat “surat cinta” untuk menjelaskan sikapnya mengeluarkan surat edaran dan bukan surat keputusan mengenai penetapan UMK 2020 di Jawa Barat. Surat Ridwan Kamil mendapat tanggapan dari Wakil Ketua KSPI yang juga anggota DPR RI, Obon Tabroni.

Girl in a jacket

Menurut Obon, yang dibutuhkan buruh bukan surat cinta, tapi tindakan nyata untuk memastikan agar kaum buruh sejahtera.

Sebagai wakil rakyat, Obon mengingatkan, bahwa kewajiban seorang pemimpin adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Bukan hanya keadilan bagi sekelompok elit, semisal pengusaha dan penguasa.

“Kerena itu, ketika membaca surat cinta Ridwan Kamil kepada buruh yang di awal kalimatnya menyebut soal keadilan; itu bukan saja menyakiti hati kaum buruh. Tetapi juga mempertontonkan ketidakadilan itu sendiri,” kata Obon.

Hal ini, karena, kebijakan Gubernur Jawa Barat lebih mementingkan pengusaha. Tetapi mengabaikan kepentingan pekerja yang juga memiliki hak untuk bisa hidup layak. Karena akan ada perusahaan yang sebenarnya mampu membayar UMK, karena adanya surat edaran tersebut akhirnya tidak menaikkan upah buruhnya.

Gubernur mengatakan, jika UMK ditetapkan melalui SK Gubernur, banyak industri padat karya yang tidak sanggup, kolaps. Bukan hanya itu, industri akan kena pasal pidana. Dalam hal ini, Obon menilai pernyataan Gubernur mengada-ada.

“Sampai saat ini mana ada pengusaha di Jawa Barat yang dipenjara gara-gara tidak membayar sesuai UMK?” Tegas Obon.

Dia mencontohkan, PT Dada Indonesia, salah satu perusahaan padat karya di Purwakarta, Jawa Barat. Perusahaan tersebut tutup bukan karena membayar upah buruh yang tinggi.

“Sebelum tutup, perusahaan ini membayar upah di bawah upah minimum. Pun ada kebijakan upah padat karya yang nilainya di bawah UMK. Jadi upahnya sangat rendah. Tetapi toh tutup juga,” kata Obon.

Itu artinya, lanjut Obon, bukan upah yang membuat perusahaan tutup. Buktinya PT Dada, dan banyak perusahaan yang lain, tetap tutup meskipun upahnya jauh di bawah UMK.

Apa yang membuat perusahaan tutup? Ada banyak faktor, tetapi yang utama adalah korupsi dan kebijakan pemerintah yang tidak tepat sasaran. Di sektor tekstil, misalnya, banyak perusahaan yang tutup akibat kran impor dibuka lebar.

“Hal yang lain adalah upeti yang harus dibayarkan pengusaha kepada oknum tertentu. Pengusaha dijadikan mesin ATM ketika mengurus perizinan atau dalih uang keamanan,” tegasnya.

“Jangan karena ketidakmampuan Gubernur menertibkan pungutan liar yang mengakibatkan cost tinggi bagi dunia industri, buruh yang dikorbankan,” pungkas Obon. (*)

 

Artikel ini telah dibaca 6 kali

badge-check

Editor

Baca Lainnya

Heri Sholihin Menang, Kota Bekasi Punya Wali Kota Baru

27 November 2024 - 21:07 WIB

Disela Kegiatan Pilkada 2024 DPC PKS Bekasi Timur Gelar Pelantikan Anggota Muda

24 November 2024 - 11:04 WIB

Soal Hibah APBD, Bareskrim Polri Tindaklanjuti Kasus Dualisme Nama Istri Tri Adhianto

20 November 2024 - 13:50 WIB

Poengky Indarti, Calon Pimpinan KPK dengan Komitmen Pengawasan Pasca Pemilu

20 November 2024 - 08:07 WIB

SMSI Pusat Dukung Komdigi Meregulasi Media Digital

20 November 2024 - 01:03 WIB

Resmikan AB Center, Suswono dan Anis Byarwati Komitmen Dukung UMKM Jaktim Naik Kelas

11 November 2024 - 19:38 WIB

Trending di Berita Terbaru