Dr. Diyah Yuli Sugiarti, S.E., M.Pd.I
(Kaprodi Manajemen Pendidikan Islam UNISMA Bekasi)
Kebijakan pemerintah tentang pendidikan dasar hanya 9 tahun, ini tidak lagi tepat. Mengapa? Karena pedidikan 9 tahun yang terdiri dari Sekolah Dasar (SD) 6 lulusan tahun dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 tahun, lulusan yang dihasilkan belum mampu mandiri apalagi untuk mencari nafkah sendiri.
Kompetensi intelektual, kompetensi ketrampilan dan kompetensi kepribadian lulusan SMP belumlah cukup untuk memasuki dunia kerja.
Hasil observasi dan wawancara kepada beberapa pelajar SMP mereka berharap tetap bisa melanjutkan sekolah ke jenjang beikutnya apakah itu Sekolah Menengah Umum (SMU) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hal ini menunjukkan bahwa mereka belum siap untuk mandiri dan bekerja.
Bisa dibayangkan bila ketidaksiapan mereka dan mereka tak dapat melanjutkan sekolah, dan dipaksa harus memasuki dunia kerja, mereka tentu tidak akan mampu memenuhi kompetensi yang dituntut dunia kerja.
Secara psikologipun mereka masih memiliki jiwa yang labil, belum dewasa untuk menata kehidupan, masa puberitas dan masa peralihan dari anak anak menjadi orang dewasa, membuat mereka masih membutuhkan pendidikan yang lebih untuk membangun kepribadian, ketrampilan dan intelektual.
Maka kebijakan pemerintah menetapkan wajib belajar 9 tahun kini nampak sudah tidak relevan. Lulusan SMP belum mampu diandalkan menjadi sumber daya manusia yang siap kerja. Terlebih di era globalisasi saat ini dimana kompetensi dan daya saing menjadi modal utama dalam dunia industri. Dan persaingan kerja menjadi sangat ketat. Bagaimana mungkin lulusan SMP akan mampu bersaing sementara skala kompetetitif tak lagi mengenal batas negara?
Akan sangat bijak bila kebijakan pemerintah tentang wajib belajar 12 tahun ditinjau ulang, karena wajib belajar saat ini lebih relevant dengan wajib belajar 12 tahun, di mana lulusan SMA lebih siap memasuki dunia kerja, mereka lebh cukup memiliki kompetensi pengetahuan, ketrampilan dan kepribadian.
Semoga peningkatan mutu lulusan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia menjadi perhatian dan mendorong untuk pemerintah untuk mengambil langkah wajib belajar menjadi 12 tahun.
Memang beberapa wilayah sudah menetapkan langkah inisiatif, melangkah dengan program wajib belajar 12 tahun melalui kebijakan pendidikan tingkat SMA/SMK gratis. Program Pemda gratis SMA/SMK ini memperlihatkan pemerintah jauh lebih bijak.
Kebijakan Pemda tersebut tampak berupaya melakukan peningkatan mutu pendidikan yang seimbang dengan upaya perluasan akses dan pemerataan pendidikan. Namun langkah tersebut belum cukup, karena belum merata dan masih sebagian kecil Pemda yang melaksanakan.
Maka perlunya gerakan nasional wajib belajar 12 tahun. Sehingga pendidikan lebih meningkat dalam mutu, perluasan akses dan pemeratan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia. Dan hal ini dapat meningkatkan daya saing sumber daya manusia di saat pemerintah membuka kran Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang kompetitif, sekaligus memenuhi kebutuhan pendidikan warga negaranya
mampu diandalkan menjadi sumber daya manusia yang siap kerja. Terlebih di era globalisasi saat ini dimana kompetensi dan daya saing menjadi modal utama dalam dunia industri. Dan persaingan kerja menjadi sangat ketat.
Bagaimana mungkin lulusan SMP akan mampu bersaing sementara skala kompetettitif tak lagi mengenal batas negara?
Akan sangat bijak bila kebijakan pemerintah tentang wajib belajar 9 tahun ditinjau ulang, karena wajib belajar saat ini lebih relevant dengan wajib belajar 12 tahun, di mana lulusan SMA lebih siap memasuki dunia kerja, mereka lebih cukup memiliki kompetensi pengetahuan, ketrampilan dan kepribadian. Maka harapannya ada sebuah kebijakan untuk gerakan wajib belajar 12 tahun dan realisasinya akan membawa peningkatan bagi pendidikan warga negara Indonesia.