BEKASIMEDIA.COM – Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tidak lagi mengeluarkan besaran angka Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK) dalam bentuk Surat Keputusan tetapi hanya Surat Edaran.
Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 561/75/Yanbangsos Tentang Pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/Kota di daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020, yang ditandatangani Ridwan Kamil, Kamis 21 November 2019.
Sontak hal ini menimbulkan keresahan di kalangan buruh. Mereka kecewa setelah mengetahui penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2020 di Jawa Barat dalam bentuk Surat Edaran yang lemah dari sisi hukum.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia (FSPASI) Heri Hermawan menduga ada sesuatu dibalik perlakuan Gubernur Jawa Barat yang berbeda dengan daerah lainnya dalam penentuan UMK tahun 2020 ini.
“Dugaan saya, ini pemerintah mau menghapus UMK seluruh Indonesia dan menjadikan Jawa Barat sebagai pilot project-nya,” ungkap Heri Hermawan kepada bekasimedia.com melalui sambungan telepon, Jumat (22/11/2019) siang.
Kenapa Jawa Barat? Kata Heri, karena di provinsi ini Upah Minim Provinsi (UMP) maupun UMK Kabupaten-kota relatif lebih tinggi dari daerah lain.
“Jawa Barat punya kawasan industri terbesar di Asia Tenggara (Bekasi) yang ditarget upah buruhnya bisa rendah dengan alasan agar industri bisa kondusif,” lanjutnya.
Rencana ini, lanjut Heri, sebetulnya sudah lama dilakukan yaitu sejak Joko Widodo menjabat sebagai Presiden RI tahun 2014 lalu.
“Sejak kenaikan upah menggunakan PP 78/2015, maka sejak itu pula UMK memang menjadi semakin tidak punya kepastian. Dengan aturan ini, Komponen Hidup Layak (KHL) tidak lagi digunakan. Upah ditetapkan berdasarkan kenaikan angka inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi nasional yang ditetapkan BPS. Jadi, tanpa survey dan rekomendasi Dewan Pengupahan sekalipun, Pengusaha bisa langsung bernegosiasi dengan serikat atau buruh di tiap pabrik,” katanya.
Menurut Heri, suara atau gerakan buruh saja tidak akan kuat melawan agenda gubernur Jawa Barat atau pihak lain yang ingin melenyapkan UMK. “kita lawan Gubernur nya, tapi fungsi Parlemen di daerah juga harus dimaksimalkan. Anggota DPRD yang didukung dan pro buruh harus turun tangan membantu. Bikin Perda yang melindungi agar UMK/P tetap berlaku.”
“Komisi yang mengurusi perburuhan di DPRD Jabar harus segera panggil gubernur. MInta klarifikasi soal surat edaran yang merugikan buruh ini. Jawa Barat akan jadi kunci hilangnya upah minimum. Saat ini, Gubernur Jawa Barat terbukti ugal-ugalan dalam menetapkan upah,” pungkasnya. (ss)