Oleh : Triana Arinda Harlis (Alumni Perencanaan Wilayah Kota Universitas Gadjah Mada)
Traveling telah menjadi tren bagi generasi milenial. Berkunjung ke lokasi-lokasi yang instagramable menjadi keasyikan tersendiri. Ditambah lagi dengan teknologi digital tourism saat ini. Kebutuhan mencari info, memesan hingga mengulas perjalanan menjadi lebih mudah. Lebih lanjut, generasi milenial dengan kemudahan digital tourism dan tren traveling dianggap telah mendongkrak perkembangan industri pariwisata secara signifikan.
Setiap kepala daerah berlomba-lomba mengambil kesempatan meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata. Pembangunan diarahkan untuk menambah taman-taman sebagai upaya mempercantik pemandangan. Tak terkecuali Bekasi. Dua taman telah digagas guna menarik kunjungan wisatawan. Taman Flamboyan dan Taman Lotus menanti dieksekusi (www.koranbekasi.id)
Namun demikian, mengelola pariwisata tak semudah membalik telapak tangan. Pariwisata tak berkembang hanya dengan mengandalkan tangan generasi milenial dan teknologi digital. Asosiasi Agen Perjalanan Wisata Indonesia atau ASITA Bekasi menilai Dinas Pariwisata Kabupaten Bekasi belum maksimal dalam meningkatkan sektor industri wisata.
Kabid Humas dan Pemerintah ASITA Bekasi, M. Taufik Hidayat mengatakan perjalanan wisata di Kabupaten Bekasi sangat jarang. Sekitar 20 persen saja. Sebagian besar perjalanan wisata yang ditangani oleh agen wisata di Bekasi bertujuan ke luar daerah dan ke luar negeri. “Hal ini akibat masih minimnya fasilitas infrastruktur maupun potensi wisata di Kabupaten Bekasi,” katanya di Cikarang, Ahad 6 Januari lalu (www.dakta.com).
Revitalisasi Pariwisata Bekasi
Menghidupkan kembali pariwisata di Bekasi harus bermula dari awal paradigma pembangunannya. Pariwisata telah bergeser sebagai sektor yang dipaksa untuk berkontribusi ekonomis bagi pendapatan daerah. Padahal, pariwisata hendaknya dibangun sebagai upaya menciptakan kota yang layak huni bagi manusia dengan segala sisi kemanusiaannya, Pariwisata berfungsi sebagai kegiatan yang memenuhi kesehatan mental dan jiwa penduduknya.
Dr. Tamyiz Mukharrom, MA., dalam risetnya tentang Fiqh of Tourism in Islam menerangkan bahwa dalam terminologi Islam, tourism semakna dengan as-siyaahah. Artinya yaitu adz-dzihaab fi al-ardh (bepergian ke segenap penjuru bumi). Menurutnya, Islamic tourism bertujuan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT, Salah satunya melalui keindahan ciptaan-Nya. Perjalanan wisata akan mengingatkan kembali kebesaran Allah setelah banyaknya aktivitas duniawi yang acapkali melalaikan. Berbeda dengan secular tourism yang mengandalkan sea, sun, sand, smile and sex.
Berdasarkan paradigma di atas, semestinya tempat-tempat wisata dibangun sedemikian rupa hingga mampu menumbuhkan rasa takjub manusia kepada Tuhan. Akan menambah nilai wisata jika di dalamnya dapat menyegarkan hati dan pikiran serta mendekatkan hubungan keluarga. Maklum, masing-masing anggota keluarga telah sibuk dengan aktivitasnya sebagai keseharian masyarakat Bekasi yang bernuansa kota industri.
Sayangnya, tempat-tempat wisata di Bekasi belum dapat menyuguhkan apa yang diharapkan masyarakat sebagai tempat refreshing apalagi tempat wisata yang menambah keimanan kepada Tuhan. Yang ada malah berjejalnya pusat-pusat perbelanjaan yang tidak dapat memuaskan kebutuhan mereka akan esensi tempat wisata.
Tak masalah bila Pemerintah Daerah menggagas tempat-tempat wisata baru berupa taman-taman, yang jelas akan menyedot besar anggaran. Namun, revitalisasi tempat wisata yang sudah ada lebih diperlukan. Alun-alun kota, Taman Hutan Kota, Taman Buaya, Pantai Bahagia, dll patut ditata sarana dan prasarananya agar warga nyaman berwisata kesana. Sebab masyarakat Bekasi banyak mengeluhkan toilet kurang bersih dan sampah yang tak diurusi di tempat-tempat wisata tersebut. Belum lagi ancaman banjir rob yang menghantui pantai-pantai utara Bekasi.
Menghidupkan tempat wisata yang nyaman di Bekasi harus didahului dengan proses berdamai dengan lingkungan. Pemerintah perlu menertibkan pembuangan limbah ke sungai dan pencemaran asap pabrik ke udara. Pemerintah perlu merapikan saluran air dan sistem pengelolaan sampah agar unsur ekologis kembali menunjang potensi pariwisata. Meskipun potensi wisata di Bekasi juga tak bisa dipaksakan hanya pada keindahan alam saja. Mengingat Bekasi memiliki kondisi geografis yang berbeda. Pemerintah dapat menumbuhkan wisata-wisata alternatif misalnya wisata religi atau wisata edukasi.
Memperbanyak tempat wisata sebagai tempat refreshing warga bukan berarti harus mendatangkan investasi milyaran dan menyiapkan lahan berhektar-hektar. Secara sederhana, Pemerintah cukup mewajibkan adanya ruang terbuka hijau publik sebagai tempat wisata terdekat setiap satuan kompleks, perumahan, atau kelurahan. Dengan demikian setidaknya kebutuhan bersenang-senang dengan keluarga di luar rumah terpenuhi tanpa bepergian jauh.
Perencanaan tata ruang kota menjadi solusi lebih komprehensif untuk menata kota yang layak huni. Kota yang mewadahi semua aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya terutama sebagai hamba yang menyematkan nilai ibadah pada setiap amalnya. Perencanaan tata ruang kota yang baik akan menempatkan setiap sektor kehidupan sesuai porsinya, termasuk pariwisata.[]