BEKASIMEDIA.COM – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Bekasi Hj. Riswanti menanggapi persoalan bertambahnya jumlah kasus kekerasan terhadap anak di kota Bekasi. Hal itu karena kasus yang bertambah menjadi ambivalen dengan penghargaan kota Bekasi yang mendapatkan predikat Kota Layak Anak.
Usai memberikan sambutan pada acara fit and propertes calon ketua KPAD kota Bekasi di lantai 5 Plaza Pemkot, Rabu, (7/3/2018), kepada bekasimedia.com, Hj. Riswanti menjelaskan pihaknya awalnya berpikir seolah menjadi dilematis namun setelah mendapatkan penjelasan dari kementerian PPPA bahwa yang terpenting bukan pada persoalan jumlah kasusnya namum bagaimana instansinya mampu menyelesaikan kasus kasus tersebut dengan tuntas.
“Pada saat saya direct checking konsultasi dengan kementerian PPPA sebelumnya saya sudah menyatakan terlebih dahulu, dahulu kenapa data kasus kekerasan terhadap anak kenapa kecil?, kenapa rendah angkanya? mereka tidak mempunyai keberanian untuk mengadu, namun begitu kita sosialisasikan ke sekolah-sekolah, kecamatan, kelurahan, maupun RT/RW bahkan hari Minggu juga diminta untuk mensosialisasikan, anak kecil sudah berani mengadu ke kita, bu saya minta izin mau melaporkan lalu dia minta diantarkan oleh gurunya, lalu saya mereka bilang apa? Bu, saya habis dicubit oleh ibu saya, saya habis dipukul oleh ibu saya, jadi sudah punya keberanian,” ujarnya kepada bekasimedia.com.
Lebih lanjut Riswati mengatakan sepertinya hal ini menjadi dilematis untuknya, seakan-akan begitu disosialisasikan masyarakat menjadi berani untuk mengadu oleh karena itu, jumlah aduan bertambah. Tetapi kata dia, pada saat dirinya datang ke kementerian PPPA dijelaskan bahwa yang diinginkan adalah bukan jumlah tapi bagaimana bisa menyelesaikan semua kasus tersebut dengan baik.
“Sepertinya dilematis buat kami, seakan akan kami yang mensosialisasikan. Begitu kami sosialisaikan orang menjadi berani untuk mengadu, jadi jumlah itu bertambah. Tetapi pada saat kami ke kementerian PPPA dikatakan, “ibu bukan jumlah yang kami inginkan, namun bagaimana ibu bisa menyelesaikannya kasus-kasus itu dengan baik” bagaimana selesai, karena kalau kita tidak tuntas orang akan beranggapan kalau sudah diselesaikan secara damai sudah selesai, kami tidak begitu! Kami takut anak itu jadi pedofil (predator) jadi kita harus menyelesaikan kasus itu sampai tuntas,” terangnya.
Disinggung mengenai pola yang dibangun dalam penanggulangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak di kota Bekasi, ia mengatakan pihaknya bersinergi, bekerjasama dengan stake holder yang ada, mulai dari akademisi, praktisi, kepolisian, psikolog hingga dunia usaha.
“Penanggulangan anak-anak yang terkena kasus tentunya kita bekerjasama dengan pihak kepolisian, Unisma Bekasi, Universitas Bhayangkara, Komisi Perindungan Anak Indonesia (KPAI), jadi setiap ada kasus kita harus bisa menyelesaikan hingga tuntas terkait kekerasan anak. Jadi apakah itu laporan dari kepolisian atau mereka sendiri yang datang kesini untuk melaporkan kita akan selelsaikan, kita punya psikolog disini, namun jika psikolog kita merekomendasikan untuk lanjut ke level yang lebih tinggi lagi maka kita akan antarkan ke Unisma,” imbuhnya.
Tugas perlindungan terhadap anak dari kekerasan bukan hanya menjadi ranahnya pemerintah daerah namun juga menjadi kewajiban masyarakat, dunia usaha bahkan insan media (Pers), oleh karena itu menjadi tanggung jawab dan tugas bersama. (Dns)