BEKASIMEDIA.COM Menyusutnya Lahan Sawah di Bekasi: Ancaman Nyata bagi Ketahanan Pangan Lokal

Menu

Mode Gelap
Heri Sholihin Menang, Kota Bekasi Punya Wali Kota Baru Soal Kisruh Data PKH Ini Penjelasan, Anggota DPRD Enie Widhiastuti Ketua Fraksi PKS Kota Bekasi Terkait TKK Minta Pemkot Lakukan Langkah Ini Bawaslu Kota Bekasi Ingatkan di Masa Sosialisasi Para Caleg dan Partai Pahami Aturan yang Berlaku Islamic Book Fair 2023: Memperkenalkan Buku sebagai Pilar Peradaban

Opini · 20 Jun 2025 07:41 WIB ·

Menyusutnya Lahan Sawah di Bekasi: Ancaman Nyata bagi Ketahanan Pangan Lokal


 Menyusutnya Lahan Sawah di Bekasi: Ancaman Nyata bagi Ketahanan Pangan Lokal Perbesar

Oleh: Ahmad Manarulhuda
Mahasiswa Agribisnis UIN Jakarta

Kabupaten Bekasi menghadapi tantangan serius terkait keberlanjutan ketahanan pangan lokal. Pesatnya pertumbuhan industri dan urbanisasi menyebabkan penyusutan signifikan lahan sawah dalam beberapa dekade terakhir. Kondisi ini berdampak langsung pada penurunan produksi padi dan meningkatnya ketergantungan pangan dari luar daerah.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan sawah di Bekasi pada 2024 tinggal sekitar 35.000 hektare, dari total lahan pertanian yang mencapai 57.000 hektare. Angka ini menurun tajam jika dibandingkan dengan tahun 2010, ketika hasil panen padi mencapai 628.939 ton, atau sekitar 83 persen dari luas wilayah saat itu.

Bekasi dikenal sebagai salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. Sejak ditetapkan sebagai kota industri pada 1983 oleh Bupati Suko Martono, ribuan hektare lahan sawah telah beralih fungsi. Data terbaru mencatat ada sekitar 9.946 hektare kawasan industri dengan lebih dari 7.600 perusahaan berdiri di wilayah ini.

Selain industri, ekspansi pembangunan perumahan juga turut mempercepat konversi lahan pertanian. Saat ini, dengan populasi mencapai 3,2 juta jiwa, lahan sawah yang tersisa diperkirakan tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat setempat.

Pemerintah Kabupaten Bekasi telah menetapkan regulasi yang menetapkan sebagian lahan sawah sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) yang tidak boleh dialihfungsikan. Namun, efektivitas kebijakan ini masih menjadi tantangan mengingat tekanan pembangunan yang terus meningkat.

Dari sisi produktivitas, data BPS mencatat bahwa hasil panen padi di Bekasi pada 2024 mencapai sekitar 93.338 hektare dengan rata-rata hasil 6 hingga 7 ton per hektare. Meskipun angka ini cukup tinggi, luas lahan yang semakin sempit tetap menjadi ancaman jangka panjang bagi ketahanan pangan.

Menjaga Sawah, Menjaga Masa Depan

Melindungi lahan sawah bukan hanya soal menjaga ketersediaan pangan, tetapi juga soal keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat. Lahan yang tergerus berarti hilangnya ruang produksi pangan lokal, meningkatnya ketergantungan pada pasokan luar, serta berkurangnya mata pencaharian petani.

Kolaborasi antara pemerintah, petani, pelaku industri, dan masyarakat menjadi kunci penting. Kebijakan yang mendukung pelestarian sawah dan pengembangan teknologi pertanian ramah lingkungan perlu diperkuat. Inovasi seperti sistem irigasi efisien, penggunaan benih unggul, serta penerapan pertanian terpadu dapat menjadi solusi.

Penerapan kebijakan zonasi yang ketat serta pemberian insentif bagi pertanian perkotaan dan teknologi agrikultur seperti hidroponik dan aquaponik juga harus dipertimbangkan. Teknologi ini memungkinkan produksi pangan dengan lahan terbatas, sekaligus mendorong ketahanan pangan di wilayah padat industri.

Menurunnya Jumlah Petani

Ancaman terhadap ketahanan pangan lokal tak hanya datang dari berkurangnya lahan, tetapi juga dari menyusutnya jumlah petani. BPS mencatat pada 2022, hanya sekitar 12.000 petani aktif yang tersisa di Kabupaten Bekasi—turun hampir 30 persen dibandingkan dekade sebelumnya.

Fenomena ini mencerminkan dampak alih fungsi lahan terhadap keberlangsungan profesi petani. Dukungan konkret seperti subsidi pupuk, akses alat pertanian modern, pelatihan, dan kemudahan akses pasar harus menjadi prioritas dalam kebijakan pertanian daerah.

Partisipasi Masyarakat dan Sektor Swasta

Upaya pelestarian lahan pertanian membutuhkan keterlibatan lintas sektor. Masyarakat perlu diberi ruang dalam pengambilan keputusan soal penggunaan lahan. Urban farming dan kebun komunitas dapat menjadi sarana edukatif sekaligus produktif bagi warga kota.

Selain itu, dukungan dari sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dapat dimanfaatkan untuk membiayai pengembangan pertanian berkelanjutan.

Penutup

Melindungi lahan sawah di tengah gempuran industri bukanlah tugas mudah, tetapi sangat penting untuk memastikan ketahanan pangan dan masa depan masyarakat Kabupaten Bekasi. Dengan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, petani, dan masyarakat, Bekasi dapat menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Ketahanan pangan yang kuat adalah fondasi bagi masyarakat yang mandiri dan sejahtera. Menjaga sawah berarti menjaga masa depan.

Artikel ini telah dibaca 67 kali

badge-check

Jurnalis

Baca Lainnya

Cuan Lancar, Hidup Nyaman: 5 Tips Keuangan ala Anak Kost

22 Juli 2025 - 09:46 WIB

Tung Tung Saur dan Tantangan Literasi Digital Anak

2 Juni 2025 - 06:00 WIB

Hari Buruh, Malapetaka itu bernama Omnibus Law Ciptaker

1 Mei 2025 - 21:05 WIB

Koperasi Desa Merah Putih Antara Peluang dan Tantangan

7 Maret 2025 - 23:31 WIB

Melindungi Remaja dengan Edukasi Komprehensif: Mengapa Penyediaan Alat Kontrasepsi Bukan Solusi?

7 Agustus 2024 - 20:32 WIB

PPDB Antara Intervensi Politik dan Dampak Luas Bagi Kerusakan Moral Bangsa

28 April 2024 - 18:08 WIB

Trending di Opini