BEKASIMEDIA.COM

Menu

Mode Gelap
Heri Sholihin Menang, Kota Bekasi Punya Wali Kota Baru Soal Kisruh Data PKH Ini Penjelasan, Anggota DPRD Enie Widhiastuti Ketua Fraksi PKS Kota Bekasi Terkait TKK Minta Pemkot Lakukan Langkah Ini Bawaslu Kota Bekasi Ingatkan di Masa Sosialisasi Para Caleg dan Partai Pahami Aturan yang Berlaku Islamic Book Fair 2023: Memperkenalkan Buku sebagai Pilar Peradaban

Opini · 24 Sep 2025 16:09 WIB ·

Korupsi Dana Desa: Ironi Demokrasi dan Siklus Kejahatan yang Tak Berujung


 Korupsi Dana Desa: Ironi Demokrasi dan Siklus Kejahatan yang Tak Berujung Perbesar

Oleh : Retno Eka
(Penulis & Muslimpreneur)

​Lagi dan lagi, kasus korupsi dana desa terungkap. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi, pada 13 September 2025, menahan empat orang tersangka kasus korupsi dana desa Sumber Jaya, Kecamatan Tambun Selatan. Nilai penyelewengan yang fantastis, mencapai Rp2,6 miliar, seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, tetapi justru raib untuk kepentingan pribadi.

​Kasus ini bukanlah yang pertama. Korupsi dana desa seolah menjadi siklus yang terus berulang dalam sistem demokrasi. Mengapa demikian? Karena sistem ini memiliki celah yang besar bagi para pelaku untuk berbuat curang. Salah satu penyebabnya adalah biaya politik yang sangat mahal dalam proses pemilihan kepala desa. Calon kepala desa sering kali harus mengeluarkan biaya besar untuk kampanye, yang akhirnya menciptakan “utang politik” yang harus dilunasi setelah terpilih, salah satunya dengan menyelewengkan dana desa.

Demokrasi dan Kelemahan Hukum yang Melanggengkan Korupsi

​Dalam sistem demokrasi, pengawasan dan penegakan hukum seringkali lemah. Hukuman yang ringan tidak memberikan efek jera, membuat para pelaku korupsi kecanduan dan terus berani mengulangi perbuatannya. Mereka melihat korupsi sebagai cara cepat untuk mengembalikan modal politik dan meraup keuntungan pribadi.

​Sistem ini gagal menciptakan pemimpin yang bersih dan amanah. Sebaliknya, ia melahirkan pejabat-pejabat yang terikat pada kepentingan pribadi dan kelompok, bukan pada kesejahteraan rakyat.

Islam Memberikan Solusi Paripurna

​Islam memandang korupsi sebagai kejahatan serius yang merusak tatanan masyarakat. Islam mengatur cara mendapatkan harta dengan jelas, melarang segala bentuk harta haram, termasuk dari hasil korupsi.

​Islam juga memiliki sistem kepemimpinan yang berbeda. Proses pemilihan pemimpin dalam Islam tidak berbiaya mahal. Pemimpin dipilih berdasarkan kualitas pribadi, ketakwaan, dan kapabilitasnya untuk melayani umat. Islam tidak memberi celah bagi koruptor untuk beraksi. Setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.

​Nabi Muhammad SAW bersabda:
​”Pemerintah adalah perisai. Dengannya orang akan berperang dan dilindungi.” (HR. Al-Hakim)

​Hadis ini menegaskan bahwa tugas negara adalah melindungi rakyat, bukan malah menyelewengkan harta mereka. Dalam sistem Islam, pemimpin memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga amanah dan kesejahteraan rakyatnya. Hukuman yang tegas akan diterapkan bagi pelaku korupsi, tidak hanya untuk memberikan efek jera, tetapi juga untuk membersihkan sistem dari praktik kotor ini.

​Sudah saatnya kita menyadari, korupsi dana desa bukanlah masalah individu semata, melainkan buah dari sistem yang rusak. Hanya dengan kembali kepada sistem Islam, kita bisa memberantas korupsi hingga ke akarnya dan memastikan setiap sen uang rakyat digunakan untuk kesejahteraan yang sesungguhnya.

Wallahu A’lam Bishawab

Rabu, 24 September 2025

Artikel ini telah dibaca 35 kali

badge-check

Jurnalis

Baca Lainnya

Standar Ganda Kemanusiaan Versi Cantona

24 September 2025 - 21:47 WIB

LGBT Di Bekasi dan Jalan Keluar Regulasi

24 September 2025 - 17:01 WIB

Cuan Lancar, Hidup Nyaman: 5 Tips Keuangan ala Anak Kost

22 Juli 2025 - 09:46 WIB

Menyusutnya Lahan Sawah di Bekasi: Ancaman Nyata bagi Ketahanan Pangan Lokal

20 Juni 2025 - 07:41 WIB

Tung Tung Saur dan Tantangan Literasi Digital Anak

2 Juni 2025 - 06:00 WIB

Hari Buruh, Malapetaka itu bernama Omnibus Law Ciptaker

1 Mei 2025 - 21:05 WIB

Trending di Opini