BEKASIMEDIA-COM – Kualitas udara di Kota Bekasi juga lebih buruk dari Jakarta yang berada di angka 153. Bahkan, pada Minggu (12/11/2023) pagi, Kota Bekasi menjadi kota terburuk di Jabodetabek dengan nilai AQI 109, lebih tinggi dari Jakarta Utara yang berada di angka 94. Konsentrasi PM 2.5 di Kota Bekasi saat itu mencapai 63,5 mikrogram per meter kubik, 12,7 kali lebih besar dari nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.
PM 2.5 adalah polutan udara berukuran 2,5 mikron yang mampu masuk ke pernapasan manusia dan peredaran darah hingga menyebabkan berbagai penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan, asma, bronkitis, penyakit jantung, stroke, dan kanker paru-paru. Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya konsentrasi PM 2.5 di Kota Bekasi antara lain adalah pembakaran sampah, asap kendaraan bermotor, asap industri, dan asap rokok.
Kondisi ini tentu mengkhawatirkan dan membutuhkan penanganan serius dari pemerintah kota dan masyarakat.
Perlu Perbanyak RTH
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah udara buruk di kota ini adalah dengan meningkatkan ruang terbuka hijau (RTH). RTH adalah lahan yang tidak dibangun dan ditumbuhi oleh vegetasi, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. RTH berfungsi sebagai paru-paru kota, yang dapat menghasilkan oksigen, menyerap karbon dioksida, dan menyeimbangkan suhu.
Namun, kenyataannya, RTH di Kota Bekasi masih sangat minim. Dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 29 ayat 2 menyatakan bahwa kota seharusnya memiliki RTH minimal 30 persen dari total luas wilayah. Sementara itu, saat ini Kota Bekasi baru mencapai 19 persen RTH dari target 30 persen luas wilayah Kota Bekasi sebesar 21.311 Hektar. Diantaranya, dari 19 persen tersebut adalah 6 persen RTH Publik dan 13 persen RTH privat yang berada di perumahan.
Anggota DPRD Kota Bekasi, Chairoman J Putro, mendesak agar keberadaan RTH di Kota Bekasi sesuai dengan amanat undang-undang. Dia mengatakan bahwa banyak tanah kosong yang terbengkalai, akhirnya berdiri bangunan liar. Nah, ruang tersebut bisa dijadikan RTH oleh Pemkot Bekasi.
”Banyak tanah kosong yang terbengkalai, akhirnya berdiri bangunan liar. Nah, ruang tersebut bisa dijadikan RTH oleh Pemkot Bekasi,” katanya, Kamis (16/11/2023)
Menurutnya, dalam realitas urbanisasi yang cepat seperti di Kota Bekasi saat ini, RTH bukan hanya sebatas tempat warga berolahraga dan beristirahat, melainkan juga sebagai regulator lingkungan.
“RTH bisa membantu menjaga kualitas udara, meredam dampak panas perkotaan, serta menciptakan harmoni ekosistem yang semakin terdesak oleh pembangunan,” terangnya.
Dia berharap Pemerintah Kota Bekasi terus mendesak kepada pihak swasta atau pengembang perumahan untuk menyediakan RTH, agar kewajiban minimal 20 persen RTH bisa terpenuhi.
”Dengan seperti ini diharapkan kualitas udara di Kota Bekasi bisa lebih baik,” tandasnya.
Selain itu, dia juga mengajak masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam menjaga kualitas udara, misalnya dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, memilah dan mengolah sampah, serta menanam pohon di sekitar rumah.
“Kita semua harus sadar bahwa kualitas udara adalah hal yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan kita. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari karena tidak peduli dengan lingkungan kita,” pungkasnya. (ADV SETWAN)