BEKASIMEDIA.COM – H. Ahmad Ustuchri, SE, seorang politisi senior Kota Bekasi dan alumni Universitas Indonesia tahun 90an Jurusan Ekonomi Pembangunan, membagikan kisah menariknya terkait bagaimana ia terjerumus ke dalam dunia politik yang kemudian menjadi panggung utama perjalanan hidupnya. Ahmad Ustuchri, yang telah menjabat sebagai anggota dewan DPRD Kota Bekasi selama tiga periode, menceritakan awal karir politiknya.
“Jadi begini, pertama terjerumus karena banyak hal kebetulan dari konotasi positif. Sejak lulus saya punya cita cita jadi akademisi. Saya lulus SMA umur 17 tahun tahun 1992. Jadi punya cita cita lulus cepat jadi dosen makanya saya ambil ekonomi makro, studi pembangunan,” ujarnya.
Namun, seperti banyak kisah perjalanan hidup, jalur yang diambil Ahmad Ustuchri tidak selalu lurus sesuai rencana. Ia menceritakan bahwa setelah lulus, ia memulai karirnya sebagai Asisten Riset Faisal Basri dan aktif di lembaga perekonomian. Ditambah dengan pengalaman dalam bisnis barang tambang, Ahmad Ustuchri kemudian terlibat dalam kepengurusan partai politik.
“Keluarga kami memiliki latar belakang dari pesantren dan politik, dan akhirnya, darah politik memanggil saya juga,” ungkap politisi Gerindra Kota Bekasi ini.
Perjalanan politiknya dimulai dari menjadi caleg DPR RI pada tahun 2004, dan ia mulai serius terlibat di tingkat kota pada tahun 2009. Meskipun pada awalnya dari partai yang tidak memiliki kursi di Bekasi, dengan modal kecil dan jaringan yang solid, Ahmad Ustuchri berhasil merebut kursi terakhir dengan selisih suara yang cukup signifikan.
“Dengan modal sekarang kecil sekali ya, dengan modal jaringan, kepercayaan ketika itu, saya Dapil Bekasi Utara. Bayangkan saya dari sebuah partai di bekasi tanpa kursi. akhirnya pecah telor, banyak bantuan, saya dapat kursi terakhir. Selisih dari partai lain 2.600 suara saat itu. Alhamdulillah bisa diberi kepercayaan. 2009 sampai 2019 adalah pembentukan karakter saya,”cerita beliau saat di wawancara.
Periode pertama Ahmad Ustuchri di dunia politik, sebagaimana ia gambarkan, seperti roller coaster. Antara 2009-2010, Bekasi menghadapi tantangan besar dengan lembaga di Kuningan, yang memberikan pengalaman luar biasa baginya.
“Karena 2009-2010, walikota kita kena lembaga di Kuningan. Jadi berupa pengalaman luar biasa. Sehingga menjadikan bekasi lebih baik. Di kota bekasi, proporsionalnya pendidikam tinggi. Belanja juga tinggi, sehatlah. Kemampuan daerah juga tinggi,”katanya.
Pengalaman ini menjadi katalisator bagi perubahan positif di Kota Bekasi. Menurutnya, peristiwa tersebut menjadi pendewasaan politik bagi kota, membuat aktor politik lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan daerah.
Ahmad Ustuchri juga menyoroti pentingnya reses sebagai titik penting dalam mendengarkan aspirasi masyarakat. Dia mencatat bahwa kepuasan batin datang ketika aspirasi masyarakat terwujud. Sebagai contoh, perbaikan infrastruktur jalan di Bekasi Utara dan peningkatan kesadaran masyarakat terkait kebijakan menjadi momen berharga bagi Ahmad Ustuchri.
“Dulu jalan bekasi utara jelek sekali, terutama muchtar tabrani dari bulan-bulan sampai kecamatan. Kemudian saya betulkan melalui aspirasi. Sampai masyarakat nyeletuk, pak dewan jalan depan rumahnya diberesin. Saya berseloroh. Kalau jalan kampung saya tidak saya benahi bagaimana bisa urusin kampung bapak ibu, saya buktiin kampung saya rapih,”katanya.
Dengan penuh nostalgia, ia merindukan masa di mana dewan memiliki latar belakang beragam dan lebih banyak berdialektika serta adu gagasan. Meskipun mengakui bahwa zaman sekarang berbeda dengan era tersebut, Ahmad Ustuchri tetap melihatnya sebagai pembentukan karakter yang tak ternilai.
“Periode pertama dalam politik adalah masa bahagia, seperti nostalgia zaman SMA,”katanya.