BEKASIMEDIA.COM – Merebaknya Pandemi Virus Corona (Covid 19) yang telah menyebar ke seluruh negara-negara di dunia dan menjadi wabah di Indonesia, bahkan telah ditetapkan menjadi bencana nasional non alam, menyebabkan pemerintah dan seluruh masyarakat harus waspada dan berkonsentrasi. Bukan hanya menghindari tetapi juga harus dapat mengatasi penyebaran virus tersebut, sehingga seluruh daya dan upaya dikerahkan untuk dapat segera mengatasinya.
Hikmah dibalik musibah ini adalah, bahwa dibutuhkan, kebersamaan, saling asah, saling asih, saling asuh, dan terutama persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan bukan hanya di satu negara tetapi seluruh bangsa-bangsa di dunia harus bekerja-sama dalam menghadapi Pandemi dan Wabah Virus Corona (Covid 19) tersebut.
Oleh karenanya, seluruh apa saja yang menjadi sumber permasalahan, perbedaan, konflik-konflik yang terjadi, demikian pula dengan hal-hal yang masih kontroversial yang berpotensi pada pengumpulan massa, haruslah disingkirkan terlebih dahulu, seperti RUU Omnibus Law Cipta Kerja untuk dihentikan pembahasannya, karena yang mau protes atau unjuk rasa tidak dapat melaksanakan unjuk rasa demi keselamatan anggotanya.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Arif Minardi dalam rilis yang diterima bekasimedia.com, Selasa (31/3/2020).
“Begitupun dengan kami, kaum buruh yang tergabung dalam FSP LEM SPSI dan berbagai elemen buruh yang lain yang sepemikiran, yang sedianya akan mengadakan unjuk rasa besar-besaran menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dalam waktu yang tak terbatas sampai RUU tersebut dibatalkan atau dicabut oleh pemerintah atau ditolak oleh DPR. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, juga untuk menghormati larangan dan permintaan dari pihak yang berwenang untuk menghindari keramaian (pengumpulan massa) serta secara moral kami juga ikut prihatin dan mendukung usaha pemerintah dalam pencegahan dan mengatasi virus corona tersebut, maka kami khususnya FSP LEM SPSI menunda/membatalkan seluruh rencana aksi unjuk rasa tersebut, demikian pula rencana rapat-rapat organisasi akan dijadwalkan ulang (rescheduling) sampai dengan situasi dan kondisi yang memungkinkan,” kata Arif.
Arif Minardi menyatakan sangat mengapresiasi dan siap membantu seandainya pemerintah seriua menghadapi pandemi wabah Covid-19. Kaum buruh juga siap mematuhi seluruh kebijakan pemerintah, dan mempersiapkan segala sesuatu yang dapat mencegah virus tersebut khususnya di tempat kerja maupun dilingkungan rumah-rumah buruh, serta kami siap untuk membantu langsung apabila diperlukan dalam hal terjadi permasalahan yang menyangkut stabilitas dan keamanan negara.
Tetapi, lanjut Arif, apabila Pemerintah dan DPR tetap membahas RUU tersebut sampai dengan disahkan, maka artinya mereka telah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan yaitu memanfaatkan bencana nasional (Pandemi dan Wabah Covid 19) untuk kepentingannya sendiri, tidak perduli, tidak sensitif, dan tidak beretika, artinya telah melanggar Pancasila sila ke dua, “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”, dan melanggar UUD 1945.
“Walaupun demikian, kami tetap tidak akan melaksanakan unjuk rasa (walaupun unjuk rasa adalah hak kami), karena bagi kami, keselamatan masyarakat (anggota) lebih diutamakan. Kami akan melaksanakan unjuk rasa besar-besaran setelah wabah covid 19 teratasi, jika perlu seluruh kaum buruh menuntut agar Presiden dan DPR mundur dari jabatannya, karena sudah tidak layak untuk memimpin negara ini,” tegasnya.
Arif Minardi sekali lagi berharap Pemerintah dan DPR berkonsentrasi untuk mengatasi wabah covid 19 ini, dan menghentikan semua hal-hal yang kontroversial yang berpotensi menimbulkan perbedaan yang tajam, seperti Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
“Kami telah mengirim surat resmi kepada Presiden RI beserta tembusannya kepada Menteri yang terkait dan Ketua DPR RI beserta tembusannya kepada seluruh Fraksi di DPR RI, serta kepada Kepala Kepolisian RI,” pungkasnya.(*/eas)