BEKASIMEDIA.COM – Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Khairul Anwar mengatakan sepanjang tahun 2018, hanya ada 3.362 orang buruh yang di PHK. Namun hal ini dibantah Presiden KSPI Said Iqbal. Ia menegaskan bahwa fakta di lapangan jauh lebih besar dari data itu.
Berikut catatan KSPI terkait beberapa kasus PHK yang terjadi sepanjang tahun 2018:
SERANG BANTEN
- PT. Alcorindo (sekitar 600 orang buruh di PHK),
- PT RWA (sekitar 660 orang buruh di PHK),
- PT Grand Pintalan (sekitar 50 orang buruh di PHK),
- kemudian ada sebuah pabrik garmen yang melakukan PHK terhadap 600 orang buruh.
BOGOR JAWA BARAT
- PT. IKP tutup menyebabkan sekitar 600 orang buruh ter-PHK.
- PT. Tanashin juga dalam proses melakukan PHK, dimana 300 orang buruh terancam kehilangan pekerjaan.
DKI JAKARTA
- PT. FNG yang mengakibatkan sekitar 300 orang buruh kehilangan pekerjaan,
- PT. Pasindoi sekitar 56 orang buruh.
PURWAKARTA JAWA BARAT
- PT. OFN tutup mengakibatkan sekitar 1.800 orang buruh di PHK,
- PT. Dada Indonesia menyebabkan 1300 orang buruh di PHK,
- PT. Iljunsun menyebabkan 1.400 orang buruh di PHK.
SUBANG JAWA BARAT
- PT. Hanson Yeol tutup menyebabkan 3100 orang buruh ter-PHK.
CIMAHI JAWA BARAT
- PT. SN (Garmen) mengakibatkan 400 orang buruh kehilangan pekerjaan.
“Selain data-data di atas, masih banyak yang saat ini dalam proses pencatatan. Bisa diketahui, dari tiga pabrik di Purwakarta saja, telah terjadi PHK di PT OFN (1.800 orang), PT. Dada Indonesia (1300 orang), dan PT Injunsun (1.400 orang) dengan total 4.500 orang buruh di PHK. Bagaimana mungkin Menaker mengatakan di seluruh hanya 3.362 orang buruh di PHK?” tegas Said Iqbal dalam rilis yang diterima bekasimedia.com, Senin (14/1/2019).
Menurutnya, tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan kasus-kasus PHK yang terjadi. Jika hal ini dibiarkan, tahun 2019 hingga 2020, Said Iqbal memprediksi akan semakin banyak buruh yang di PHK. Apalagi revolusi industri 4.0 sudah di depan mata.
“Menaker tidak siap menghadapi revolusi industri 4.0. Persiapan yang dilakukan sejauh ini terkesan hanya berkutat pada sosialisi mengenai apa itu revolusi industri 4.0. Pada tugas Menteri bukan sekedar melakukan sosialisasi,” kritik Said Iqbal.
“Lebih penting yang harus dilakukan adalah membuat regulasi terkait revolusi industri dan bagaimana memproteksi agar tidak terjadi PHK besar-besaran akibat revolusi industri,” tegasnya.
“Menyajikan data PHK saja tidak akurat. Bagaimana bisa menghadapi gelombang PHK di berbagai sektor industri akibat revolusi industri 4.0. Apalagi berdasarkan kajian McKinsey Global Institute, sebanyak 52,6 juta lapangan pekerjaan di Indonesia terancam tergantikan otomatisasi,” tambahnya.
Berdasarkan catatan KSPI, sektor industri yang akan terancam meliputi garmen, tekstil, elektronik, otomotir, farmasi, industri baja dan semen. (eas)