BEKASIMEDIA.COM

Menu

Mode Gelap
Heri Sholihin Menang, Kota Bekasi Punya Wali Kota Baru Soal Kisruh Data PKH Ini Penjelasan, Anggota DPRD Enie Widhiastuti Ketua Fraksi PKS Kota Bekasi Terkait TKK Minta Pemkot Lakukan Langkah Ini Bawaslu Kota Bekasi Ingatkan di Masa Sosialisasi Para Caleg dan Partai Pahami Aturan yang Berlaku Islamic Book Fair 2023: Memperkenalkan Buku sebagai Pilar Peradaban

Berita Terbaru · 17 Sep 2016 12:31 WIB ·

BEM SI: Reklamasi Bentuk Pemerkosaan Ibukota!


 BEM SI: Reklamasi Bentuk Pemerkosaan Ibukota! Perbesar

Bekasimedia – Perjuangan nelayan Jakarta menolak reklamasi dikabulkan oleh PTUN, 31 Mei lalu. Pengadilan meminta kepada tergugat, dalam hal ini gubernur DKI Jakarta, untuk menunda proses reklamasi sampai berkekuatan hukum tetap. Pengadilan mewajibkan pihak tergugat untuk mencabut Pergub Nomor 2238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi terhadap PT Muara Wisesa Samudra. Hal tersebut disebabkan banyaknya aspek yang mendapatkan dampak buruk seperti lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial budaya.
Namun, pernyataan Menko Maritim baru, Luhut B. Panjaitan, 13 September lalu menyayat hati rakyat Jakarta. Bertempat di kementerian ESDM, Luhut telah sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan reklamasi. Keputusan ini jelas sepihak, tidak transparan, dan melanggar asas-asas hukum yang berlaku. Bagaimana tidak, putusan PTUN memiliki legal standing yang jelas serta kekuatan hukum yang valid. Namun, putusan hukum tersebut didobrak secara arogan melalui jalur kekuasaan.
Demikian disampaikan Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia, Bagus Tito Wibisono dalam rilis yang diterima bekasimedia.com, Sabtu (17/9/16).
“Tindakan ini secara tegas menciderai hukum Indonesia, khususnya induk hukum UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang menyatakan secara gamblang bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini juga mengindikasikan naiknya Luhut sebagai menko maritim adalah untuk melegalisasi proyek reklamasi,” ujarnya.
Tito melanjutkan keputusan yang diambil menko maritim tidak dibarengi dengan hasil kajian berupa dokumen maupun naskah akademik yang disebar kepada publik. Sehingga, masyarakat tidak dapat menilai apa saja yang menjadi pertimbangan dalam keputusan yang diambil tersebut. Berbeda dengan keputusan moratorium sebelumnya yang hasil kajiannya bisa diakses dan bersifat transparan.
Selain itu, menurut Tito, penundaan dan pemindahan lokasi konferensi pers pada selasa lalu menunjukan sifat pengecut seorang menteri. Pasalnya konferensi pers yang akan dilakukan itu dikawal oleh aksi demonstrasi mahasiswa BEM Seluruh Indonesia dan nelayan.
“Baru setelah aksi demonstrasi bubar, menko melaksanakan konferensi pers. Seharusnya jika proyek ini tidak bermasalah menteri tidak harus takut berhadapan dengan publik, rakyatnya sendiri,” kata Tito.
Tidak hanya sampai disitu, ketika konferensi pers hendak dilaksanakan nyatanya pengawalan mahasiswa tetap berlanjut. Mahasiswa dari BEM UI hadir untuk mempertanyakan keputusan dilanjutkannya reklamasi. Secara mendadak terjadilah audiensi dan pemaparan kementerian kepada mahasiswa. Terjadilah dialektika dan tidak sedikit pemaparan menteri mampu disanggah oleh mahasiswa. Menariknya, rekaman berupa video, audio, dll diminta untuk dihapus oleh menteri. Hal ini menunjukan rasa ketakutan dari hasil kajian yang masih belum transparan dan mempertegas bahwa tidak ada alasan untuk melanjutkan reklamasi, karena banyak kejanggalan disana sini.
“Secara logika tegas tergambar bahwa reklamasi bukan untuk rakyat Indonesia, tetapi untuk para pengembang dan kalangan menengah keatas. Reklamasi juga merupakan produk yang melanggar nawacita, karena negara menjadi lemah karenanya. Bagaimanapun juga nelayan membutuhkan laut untuk kehidupannya, bukan rusunawa ataupun pulau palsu yang menyediakan kebahagiaan semu,” ujar Tito yang juga ketua BEM UNJ.
“Reklamasi adalah bentuk pemerkosaan kepada ibukota, karena jalur strategis perdagangan, perekonomian, bahkan sosial dan politik akan dikuasai oleh pengusaha dan pihak asing yang bermukim disana. Jika sudah demikian, maka rakyat Jakarta tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya terbelenggu dalam penjajahan model baru. Maka selagi masih bisa bergerak, jangan siakan kesempatan tersebut. Karena ketika kita diam saat ibukota diperkosa, kita adalah anak durhaka,” tutup Tito.(*/eas)

Artikel ini telah dibaca 12 kali

badge-check

Jurnalis

Baca Lainnya

947 Peserta Ikuti Seleksi PPPK Tahap II Kota Bekasi di BKN Jakarta

6 Mei 2025 - 08:42 WIB

Pemkot Bekasi Bekukan Sementara Worldcoin dan World ID Buntut Pemindaian Retina

5 Mei 2025 - 10:12 WIB

Wali Kota Bekasi Tegaskan Aparatur bukan hanya Administrator tapi juga Eksekutor

21 April 2025 - 12:06 WIB

Pemkot Bekasi Jelaskan Keputusan Pemberhentian Dirut PT Mitra Patriot

19 April 2025 - 15:46 WIB

Jobstreet by SEEK presents Mega Career Expo 2025: Temukan Peluang Kariermu!

9 April 2025 - 15:07 WIB

Peduli Autisme, PT Perusahaan Pengelola Aset Bersinergi dengan Cagar Foundation dalam Program Ramadan

22 Maret 2025 - 23:31 WIB

Trending di Berita Terbaru