Apa yang tersirat dalam pikiran orang-orang saat nama Bekasi dan sampah disangkutpautkan? jawabannya bisa diperkirakan, yaitu Bantargebang. Memang, di Bantargebang ada sebuah tempat pembuangan akhir sampah yang “melegenda”. Bahkan, baru-baru ini ada gambar bernuansa satir yang tersebar di dunia maya, dalam gambar tersebut diperlihatkan sebuah gunungan sampah dan tulisannya berbunyi, “Mt. Bantargebang.” artinya, Gunung Bantargebang.
Terlepas dari pandangan miring orang tentang Gunung Sampah-nya Bekasi tersebut, nyatanya Bantargebang sama saja dengan wilayah lainnya. Bantargebang merupakan sebuah kecamatan yang memiliki empat kelurahan. Berbagai aktivitas ekonomi masyarakat terjadi di sana, kebetulan saja ada area khusus yang diperuntukkan untuk menampung berton-ton sampah di sana. Siapa orang Jabodetabek yang tak kenal nama Bantargebang? Meskipun banyak orang belum pernah melihatnya langsung, akan tetapi, dari gambar-gambar yang beredar saja, masyarakat sudah tahu bahwa Bantargebang adalah sebuah area terbuka, sebuah wilayah yang disebut Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang letaknya di Bekasi. Gunung sampah tertinggi yang dimiliki Jabodetabek.
Bantargebang, seperti sudah disebutkan di atas sebenarnya sebuah kecamatan dengan beberapa kelurahan. Tetapi dibalik sebutan gunungan sampah itu ternyata terselip prestasi membanggakan untuk Bantargebang, yakni diraihnya Adipura bagi kota Bekasi pada tahun 2013. Jadi Bekasi berhasil mendapatkan Adipura walaupun memikiki “Bantargebang.” Visi kecamatan Bantargebang sendiri, yaitu; unggul dalam bidang agribisnis, industri, dan pengolahan limbah yang bernuansa ihsan.
Sampah di Bantargebang juga sebenarnya bukan segunung benda-benda terbuang yang dibiarkan begitu saja. Sampah di sana dimanfaatkan juga untuk didaur ulang bahkan bisa diolah menjadi pupuk kompos serta untuk pembangkit listrik alternatif (PLTSA) Pembangkit Listrik Tenaga Sampah. Jadi, sebetulnya tidak ada masalah dengan itu. Yang menjadi masalah “itu” sendiri adalah sampahnya.
Berbicara masalah sampah, memang lumrah. Di sini ada sampah, di sana sampah. Kehidupan masyarakat dan sampah sepertinya memang telah menjadi dua hal yang
senantiasa berdampingan. Di mana ada aktivitas manusia, baik itu di bawah kursi angkot, bus, di bawah pohon, di pojok-pojok bangunan, di pinggir lapangan sepak bola, di pasar, di sungai, di mana-mana saja manusia beraktivitas, di sana bisa dipastikan ada sampah.
Meskipun proses pengolahan daur ulang sampah sudah gencar dilakukan, tetap saja, jumlah sampah tidak juga berkurang banyak. Barangkali memang tingkat
kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan masih harus terus diperbaharui. Sampah memang sesuatu yang sudah memiliki konotasi negatif. Di sisi lain, memang jarang ada orang yang mau langsung bersentuhan dengan sampah. Padahal, sampah adalah sesuatu yang kita hasilkan sendiri. Apakah itu sampah rumah tangga, limbah industri, pertambangan dan segala jenis sampah lainnya yang bertebaran di sana-sini. Dengan mengandalkan tukang sampah yang setiap bulan datang berkeliling mengumpulkan hasil aktivitas kehidupan masyarakat, masyarakat dengan mudah hanya tinggal membayar uang sampah bulanan. Jika tukang sampah tak datang pada waktu yang sudah biasa dijadwalkan, sementara sampah terus membusuk dan dikerubungi lalat, tak sedikit warga yang protes. Cara lain “mengusir” sampah adalah dibakar.
Mari Mengenal Sampah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sampah (kata benda/noun) berarti barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi dan sebagainya; kotoran seperti daun, kertas dan lain-lain. Ada sampah organik, ada juga sampah anorganik. Sampah organik artinya sampah alami dan mudah diurai oleh alam, contohnya daun, sisa sayuran dan bangkai hewan. Sementara sampah anorganik adalah sampah yang sulit diurai contohnya botol plastik bekas air mineral, kertas, kayu dan lain-lain.
Di masyarakat perkotaan modern, di beberapa tempat tertentu, di jalan-jalan atau di sekolah-sekolah, biasanya disediakan dua tempat sampah. Sampah kering dan sampah basah. Sampah plastik dan nonplastik. Sampah organik dan anorganik. Ini memudahkan proses pengolahan sampah nantinya agar lebih mudah.
Bank Sampah
Biasanya orang mengenal makna bank sebagai tempat menyimpan uang serta transaksi perbankan lainnya. Akan tetapi istilah bank sampah juga kian populer saat ini. Bank sampah adalah tempat warga menyetorkan sampah. Dan sampah-sampah yang disetorkan warga ke bank sampah itu bernilai uang. Uang tersebut akan ditabung dan sewaktu-waktu jika warga membutuhkan, maka ia boleh mengambil uang tabungan hasil menyetorkan sampah.
Sampah-sampah yang sudah tertampung di bank sampah akan disalurkan kepada pengelola sampah. Baik itu untuk dijadikan bahan baku kerajinan dan lain-lain.
Tujuan dari bank sampah adalah upaya penyadaran akan pentingnya kebersihan bagi lingkungan. Dan membantu pemerintah mengurangi sekaligus mengelola sampah.
Fenomena Buang Sampah Sembarangan
Tak jarang kita melihat tulisan semacam, “yang buang sampah di sini, orang gila!” Atau “jangan buang sampah di sungai!” atau lebih halus lagi “jagalah kebersihan!
dilarang buang sampah di sini.” Tetapi kenyataanya, akan tetap ada sampah di sana ketika kebijakan bagi mereka yang membuang sampah sembarangan tidak diterapkan secara optimal. Kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya lagi-lagi tampaknya masih saja
rendah.
Belajar dari Sampah
Wajar, saat seseorang kesal dengan sampah yang menumpuk, karena selain mengganggu pemandangan, juga mengganggu indra penciuman. Maka seharusnya kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan seketika itu juga timbul di dalam dirinya. Sampah memang sesuatu yang kotor, bau dan mengganggu. Tapi di sanalah kita bisa bercermin, bahwa sampah adalah bagian dari kita. Sebanyak apa sampah yang kita hasilkan setiap hari, ya begitulah aktivitas kita. Jika memang tidak ingin terganggu dengan sampah maka jangan ikut-ikutan “menyampah” dengan mengatakan bahwa sampah hasil aktivitas kita itu mengganggu tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita masih saja membuang sampah di sembarang tempat.
Jika terganggu dengan sampah, maka mari sama-sama belajar untuk hidup berdampingan dan ramah terhadap sampah. Dengan membersihkannya, memilahnya, mengolahnya bahkan memanfaatkannya. Jika memang sanggup, kenapa tidak ?
Ani Rohimah
@ArraItsnaYusuf