BEKASIMEDIA.COM

Menu

Mode Gelap
Soal Kisruh Data PKH Ini Penjelasan, Anggota DPRD Enie Widhiastuti Ketua Fraksi PKS Kota Bekasi Terkait TKK Minta Pemkot Lakukan Langkah Ini Bawaslu Kota Bekasi Ingatkan di Masa Sosialisasi Para Caleg dan Partai Pahami Aturan yang Berlaku Islamic Book Fair 2023: Memperkenalkan Buku sebagai Pilar Peradaban Dishub Kota Bekasi Batasi Operasional Kendaraan Besar, Khusus Kendaraan Sumbu Tiga Keatas

Berita Terbaru · 29 Jul 2019 02:35 WIB ·

Pertemuan Mega-Prabowo VS Paloh-Anies, Mana yang Lebih Menarik? Ini Hasil Riset LKSP


 Pertemuan Mega-Prabowo VS Paloh-Anies, Mana yang Lebih Menarik? Ini Hasil Riset LKSP Perbesar

BEKASIMEDIA.COM – Pertemuan Prabowo Subianto (Ketua Dewan Pembina Gerindra) dengan Megawati Soekarnoputeri (Ketua Umum PDIP) mengakhiri perseteruan lama. Pada pemilihan presiden 2009 keduanya sempat berpasangan, tapi pilpres 2014 membuat mereka terpisah karena tampilnya Joko Widodo. Jalan menuju rekonsiliasi terbuka pasca pertemuan Prabowo dengan Jokowi di stasiun MRT dilanjutkan makan siang di sebuah restoran (13/7/2019).

Pada hari yang sama ketika Prabowo bertemu Mega, ternyata Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasdem) mengundang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk makan siang. Hal itu mengundang spekulasi, terjadi keretakan pada koalisi pendukung Jokowi. Beberapa hari sebelumnya Paloh bertemu dengan pimpinan partai (Golkar, PKB, dan PPP) minus PDIP. Dalam pernyataan pers, Paloh menyebut peluang mendukung Anies sebagai caprèspada pemilu 2024.

Direktur Center for Indonesia Reform (CIR), Sapto Waluyo, melihat fenomena itu hal wajar dalam komunikasi politik. “Tiap elite politik bermanuver untuk memenangkan kepentingannya, meski sebelumnya berkompetisi sengit. Tetapi, kita tidak bisa menyimpulkan akan terbentuk konstelasi baru berdasarkan manuver jangka pendek. Harus dilihat kesepakatan politik yang lebih substansial,” ujar Sapto, sedang menyelesaikan program doktoral di Universitas Indonesia.

Lembaga Kajian Strategi dan Pembangunan (LKSP) menelusur persepsi publik terhadap kemungkinan munculnya konstelasi baru dalam perpolitikan nasional. “Polarisasi politik telah menggejala di dunia nyata, termasuk dalam pemberitaan media online dan percakapan media sosial,” ungkap Muhsinin Fauzi, Direktur LKSP yang menerapkan tools analisis big data.

Tracking isu dilakukan pada 1 Juni – 23 Juli 2019. Metode pemantauan dengan cara menyedot informasi percakapan dan pemberitaan di berbagai kanal, lalu menyeleksinya dengan kata kunci yang relevan. Kemudian ditentukan jangkauan isu dan sentimen yang diungkap netizen.

pertemuan prabowo megawati

Hasil monitoring sebagai berikut:

1. Pertemuan Prabowo–Megawati menarik perhatian publik namun tidak cukup besar (11,67 juta) jangkauan netizen. Percakapan lebih banyak melalui kanal: Twitter (87,09%), Media mainstream (7,07%), dan Blog (3,46%).

2. Pertemuan Anies Baswedan–Surya Paloh menyita lebih banyak perhatian netizen (15,27 juta jangkauan), mayoritas melalui kanal: FB (55,54%), Twitter (22,79%), Media mainstream (12,82%), dan Instagram (5,56%). Pertemuan ini sangat mengejutkan, baik bagi kubu Anies (yang didukung Gerindra dan PKS) maupun kubu Paloh (yang berkoalisi dengan PDIP).

3. Tawaran rekonsiliasi Amien Rais lebih luas lagi menjangkau perhatian (51,22 juta) netizen, dengan saluran utama Twitter (74,65%), FB (9,65%), Media mainstream (9,01%), dan Youtube (3,97%). Bagi pendukung 02, Amien dipandang telah melunak, tapi pendukung 01 melihat Amien kebablasan dengan menyodorkan porsi kekuasaan 55:45.

4. Yang paling menarik, sikap PKS Oposisi menyita paling besar perhatian netizen (156,09 juta jangkauan) dengan kanal utama FB (50,21%), Twitter (35,15%), Media mainstream (6,25%), Youtube (4,55%), danInstagram (2,82%). Sikap itu bisa dipahami mewakili kegelisahan publik pasca pilpres.

Dari segi sentimen netizen, diperoleh temuan berikut:

1. Pertemuan Prabowo – Megawati mendapat porsi share of voice yang rendah (3,14%); dengan sentimen positif (83%), netral (9%), dan negatif (8%), dan total pembicaraan: 254 mention. Pertemuan itu sudah bisa diprediksi publik setelah bertemunya Prabowo dengan Jokowi, karena Jokowi selama ini dikenal sebagai “petugas partai” (PDIP pimpinan Mega).

2. Pertemuan Anies-Paloh juga mendapat SoV rendah (6,33%), dengan sentimen negatif tinggi (61%), dan sentimen positif (38%) serta netral (1%). Total pembicaraan: 125 mention. “Penolakan” publik mungkin berasal dari pendukung Anies yang kecewa atau sebalikny pendukung Nasdem yang tidak setuju dengan manuver Paloh. Emosi publik seperti diaduk-aduk.

3. Rekonsiliasi politik yang ditawarkan Amien Rais memperoleh SoV cukup besar (21,55%). Sebagian besar publik merespon positif (95%), negatif (3%), dannetral (2), dengan total pembicaraan: 858 mention. Publik yang bersikap positif melihat hal itu sebagai terobosan dari kebuntuan politik, sedang yang menilai negatif melihat berorientasimengemiskursi kekuasaan.

4. Sikap PKS yang konsisten beroposisi mendapat share of voice paling tinggi (68,99%). Sentimen netizen cenderung positif (95%), netral (3%) dan negatif 2%) dengan total pembicaraan: 2.750 mention.

Manuver politik elite terlihat mengguncang perasaan publik yang terbelah dalam pilpres. Perasaan kecewa dan marah melanda publik yang merasa telah berkorban tenaga, harta dan suara. Bahkan, ada jatuh korban nyawa dalam kerusuhan saat mengawal hasil pemilu di gedung Bawaslu. “Para elite asyik berkomunikasi satu sama lain untuk membangun formasi kekuasaan yang mengakomodasi kepentingan mereka, sementara rakyat dibiarkan kebingungan tanpa kejelasan arah politik,” jelasMuhsinin.

Karena itu, sikap konsisten seperti yang ditunjukkan elite PKS menjadi saluran tepat untuk menampung kegelisahan publik. Masyarakat menaruh harapan agar demokrasi tetap dikawal dengan kekuatan oposisi/penyeimbang yang solid dan berpengaruh. Jika kondisi memaksa, maka kekuatan oposisi yang kecil pun bisa berkolaborasi dengan civil society yang kini bangkit dan bersikap kritis.

“Masyarakat perlu memahami perubahan konstelasi politik nasional tidak terjadi serta-merta dalam jangka pendek.Yang terlihat saat ini adalah “manuver elite” untuk mengakomodasi kepentingan masing-masing,jadi masih bisa berubah setiap detik,” paparSapto. Dalam jangka menengah mungkin terbangun“pola kerjasama” antar partai politik, misalnya dalam formasi kepemimpinan di legislatif atau anggota kabinet.

Itupun belum menggambarkan konstelasi utuh, karena ada“praktek kebijakan” terbentuk oleh kesamaan ideologi, visi dan misi.Lebih komplekslagi, di balik kerjasama politik formal antar elite dan partai, ada bandar yang berperan membangun konstelasi yang tepatuntuk melayani kepentingan mereka, karena politik Indonesia memang dicirikan dengan dominasi oligarki. (*/eas)

Artikel ini telah dibaca 13 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Akademisi UMP: Pemekaran Banyumas Solusi Bagi Ketimpangan Ekonomi, Sosial dan Pembangunan

14 April 2024 - 23:48 WIB

Budayawan Banyumas Ingatkan Tujuan Pemekaran Untuk Keadilan Masyarakat Bukan Ambisi Kekuasaan

14 April 2024 - 23:31 WIB

Ustadz Abdul Somad Jadi Imam dan Khotib Ied Warga Binaan Lapas Gunung Sugih

11 April 2024 - 12:40 WIB

DPK KNPI Tambun Utara Bagikan 400 boks Takjil Gratis Ramadan bagi Pengendara dan Pengguna Jalan

9 April 2024 - 02:39 WIB

PKS DKI Jakarta Buka Posko Mudik 2024 di Lima Lokasi

8 April 2024 - 13:36 WIB

Polwan Polres Metro Bekasi Bantu Pemudik yang Alami Kecelakaan Di Depan Pasar Induk Cibitung

8 April 2024 - 12:50 WIB

Trending di Berita Terbaru