BEKASIMEDIA.COM

Menu

Mode Gelap
Soal Kisruh Data PKH Ini Penjelasan, Anggota DPRD Enie Widhiastuti Ketua Fraksi PKS Kota Bekasi Terkait TKK Minta Pemkot Lakukan Langkah Ini Bawaslu Kota Bekasi Ingatkan di Masa Sosialisasi Para Caleg dan Partai Pahami Aturan yang Berlaku Islamic Book Fair 2023: Memperkenalkan Buku sebagai Pilar Peradaban Dishub Kota Bekasi Batasi Operasional Kendaraan Besar, Khusus Kendaraan Sumbu Tiga Keatas

Berita Terbaru · 19 Jun 2019 01:23 WIB ·

Kisruh PPDB Online di Jawa Barat, Ini Pendapat Pengamat Pendidikan Bekasi


 Kisruh PPDB Online di Jawa Barat, Ini Pendapat Pengamat Pendidikan Bekasi Perbesar

BEKASIMEDIA.COM – Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online kembali terjadi tahun 2019. Untuk tingkat SMA/SMK, kali ini provinsi Jawa Barat yang menjadi sorotan. Baru saja dibuka pendaftaran pada 17 Juni 2019, antrean sangat panjang terjadi di beberapa sekolah di Bekasi, Bandung dan Depok. Orangtua murid rela antre sejak pagi buta, bahkan dini hari demi mendaftarkan anak-anaknya di sekolah tujuan.

 

Kericuhan ini  akhirnya menjadi sorotan beberapa pihak. Pengamat Pendidikan kota Bekasi, Arvianto Sadri, menyatakan kisruh terjadi bukan hanya soal zonasi, melainkan sistemnya.

 

“Dari dulu kan kalau bicara PPDB ketika sistem dari pemerintah setempat tidak siap, ujungnya kisruh. Kalau masalah kisruh, kuota, kuota yang 5 persen dan lain-lain dan kalau tahun ini bicara kisruhnya karena sistem zonasi karena mungkin sistemnya baru. Banyak orangtua kaget dari banyak sisi,” katanya saat dihubungi bekasimedia.com, Selasa (18/6/2019).

 

Pertama, kata Arvianto Sadri, orangtua belum sepenuhnya  siap dengan sistem yang baru karena paradigma masyarakat masih mengkotak-kotakan sekolah unggulan dan bukan unggulan. “Orangtua nggak terima anaknya masuk sekolah dekat rumah yang bukan unggulan. Paradigma masyarakat ini yang membuat semakin dramatis kisruhnya,” kata Arvianto Sadri yang pernah menjadi Ketua Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) DKI Jakarta.

 

Pria yang kini menetap di Jatiasih Kota Bekasi ini menilai tidak ada yang salah dengan kebijakan pemerintah dalam sistem PPDB Online ini. Dari tahun ke tahun   karena pemerintah terus berbenah salah satunya menggencarkan pemerataan pendidikan.

 

“Kalau dari sisi kebijakan ini positif karena kalau kebijakan kan dari pusat. Dan yang bermasalah ini hanya terjadi di beberapa provinsi dan kota kabupaten. Nah kebijakan dari pemerintah/Kemendikbud dalam rangka pemerataan pendidikan, salah satunya sistem penerimaan yang berbasis jarak, bukan prestasi. Karena prinsipnya, sekolah unggulan bukan sekolah yang nerima langsung siswa yang bagus,” imbuhnya.

 

Masyarakat saat ini memang sudah cenderung membedakan sekolah bagus dan tidak bagus. Padahal, kata Arvianto Sadri, sekolah yang bagus adalah sekolah yang prosesnya bagus.

 

“Sekolah proses bagus adalah sekolah yang anak barunya masuk dari latar belakang mana saja, latar belakang kompetensi bagaimana pun tapi dikelola dengan baik dan menghasilkan lulusan yang baik. Istilahnya input biasa saja tapi output-nya bagus,” jelas Arvianto Sadri.

 

Arvianto maklum saat kisruh PPDB terjadi lebih banyak di Provinsi Jawa Barat karena wilayahnya luas. Karena pusat pelayanan hanya di Bandung, merepotkan para orangtua murid.

 

“Kalau mau mudah, pemerintah berikan perwakilan ke kota kabupaten untuk sentra layanan. Jadi dalam beberapa hal misalnya perwakilan provinsi di tingkat kota kabupaten untuk mudahnya melakukan pelayanan di SMA-SMA. Misalnya menunjuk salah satu SMA sebagai pusat kegiatan pemerintah provinsi/atau pusat kegiatan guru di SMA sebagai perwakilan provinsi sehingga segala macam proses penerimaan dan lain-lain tidak harus ke Bandung. Karena Jabar dan provinsi lain di Indonesia kan luas, kalau PPDB saja yang sekarang online harus ngurus ke provinsi ya merepotkan orangtua. Beda dengan Jakarta, misalnya. Sejauh apapun masih bisa dijangkau sama orangtua,” ujar Arsad.

 

Oleh karena itu ia menyimpulkan, kendala terjadi karena jauhnya proses mengurus pendaftaran siswa, apalagi jika terjadi kesalahan teknis.

“Beda kalau sistem online-nya sudah oke, lalu sistem pengaduan online-nya juga responsif, ya nggak ada masalah,” jelasnya lagi.

 

Arvianto menilai jika masalah seperti ini setiap tahun selalu terulang maka akan kontraproduktif ke masyarakat.

 

“Tapi kalau pemerintah bisa menyelesaikan masalah, dan sekolah-sekolah yang ada dan ditunjuk bisa dipercaya masyarakat, tentu bagus,” tambahnya.

 

Oleh karena itu penting menurutnya pemerataan guru. Guru yang bagus disebar ke beberapa sekolah sehingga sekolah yang dinilai tidak berkualitas bisa dipercaya memiliki potensi untuk berkualitas.

 

“Saran saya tentunya masyarakat harus tetap percaya kepada pemerintah. Bahwa pemerintah sedang berusaha memberikan layanan pendidikan yang bagus terlepas dari segala kekurangannya. Karena mengurus pendidikan di Indonesia nggak mudah, begitu pula dalam hal mewujudkan pendidikan yang merata. Kalau tetap percaya pemerintah ya harus lapang dada memasukan anaknya ke swasta. Kalau tetap mau ke negeri ya harus sabar dengan prosesnya,”  pungkasnya. (dns)

Artikel ini telah dibaca 4 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Terpilih Lagi, Evi Mafriningsianti Komitmen Lanjutkan Pembangunan Infrastruktur Di Dapil 1

19 April 2024 - 06:16 WIB

Jelang Idul Fitri Anis Byarwati Bagikan Paket Sembako dan Bingkisan Lebaran Untuk Masyarakat Jakarta Timur

18 April 2024 - 12:20 WIB

Diyanto Bangga Jadi Peserta JKN

17 April 2024 - 16:28 WIB

Peserta ini Akui Tidak Ada Diskriminasi Pelayanan Bagi Peserta JKN

17 April 2024 - 16:23 WIB

Masuk di Usia Senja, Giyem Merasa Tenang jadi Peserta JKN

17 April 2024 - 16:18 WIB

Kesan Pertama Berobat Menggunakan Program JKN Begitu Memuaskan

17 April 2024 - 16:13 WIB

Trending di Berita Terbaru